Menilik Sejarah Adu Bako dan Komsos yang Sering Dilakukan Jajaran TNI Dari Koramil 0621-24 Jasinga. Kamu Pasti Belum Tahu.

Menilik Sejarah Adu Bako dan Komsos yang Sering Dilakukan Jajaran TNI Dari Koramil 0621-24 Jasinga. Kamu Pasti Belum Tahu.

Smallest Font
Largest Font

Bogorbagus.com – Ketika Anda melihat kegiatan ngadu bako yang kerap dilakukan oleh jajaran TNI seperti koramil 0621-24 Jasinga ketika melakukan Komsos merupakan hal yang biasa.

Dab anggap Anda tersebut merupakan hal yang wajar meskipun sebenarnya sangat memperihatinkan lantaran sebagai bangsa yang besar Anda bisa jadi minim pengetahuan akan budaya dan sejarahnya adu bako.

Padahal, budaya adu bako di kalangan masyarakat Sunda yang memiliki akar sejarah kuat, yang sampai dengan saat ini masih kerap diedukasikan secara langsung oleh jajaran TNI seperti Koramil 0621-24 Jasinga.

Hal tersebut diutarakan Serda Pipin, anggota Koramil 0621-24 Jasinga saat melakukan Komunikasi Sosial (Komsos) di tengah-tengah masyarakat.

Serda Pipin mengungkap, kendati tidak sepopuler budaya yang lain, budaya ngadu bako ternyata menyimpan cerita menarik di sudut jembatan Cikapundung, Bandung.

Di mana, di sanalah tempat ngadu bako” menjadi lebih dari sekadar tradisi, melainkan warisan sejarah yang kini tetap lestari.

“Budaya adu bako ini ternyata memiliki akar sejarah yang kuat di kalangan masyarakat Sunda. sederhananya begini, ngadu bako bagi masyarakat Sunda bukan sekadar mencicipi bakao.” ungkap Serda Pipin. Sabtu, (06/01/2024).

“Melainkan sebuah tradisi yang terus lestari sejak zaman batalyon Siliwangi mengirim prajuritnya ke kampung-kampung. Pasukan itu dibekali sebagai pastur atau tepas batur, yang menjalankan tugas utama mereka dengan membawa roko sebagai media pendekatan.” sambungnya.

Lebih lanjut, dalam suasana ngadu bako tersebut, hubungan emosional mudah tersebut sehingga prajurit dan warga tidak hanya bertukar bako, tetapi juga saling berbagi informasi. Kata dia.

“Tradisi ini awalnya muncul sebagai langkah strategis menjaga keamanan dan keselamatan warga dari ancaman pemberontakan DI/TII.” papar Serda Pipin.

“Ya, meskipun era tersebut telah berlalu, istilah ngadu bako masih hidup dan mengandung nilai ukhuwah basyariyah, seperti mempererat persaudaraan di masyarakat Sunda.” terang Serda Pipin melanjutkan.

Sisi lain, jauh lebih ke masa sekarang, lanjut Serda Pipin, istilah ngadu bako menjadi semacam panggilan untuk berkumpul tanpa sekat di warung kopi, pos ronda, atau bahkan di tempat lainnya.

“Aktivitas ini tidak hanya tentang mencicipi roko bersama ngopi, kadang juga ada hal-hak lain seperti saling berbisnis jual beli.” ujarnya.

“Melalui obrolan santai, orang-orang pada umumnya juga mendiskusikan isu-isu terkini, mulai dari ekonomi hingga politik, bahkan hingga gosip-gosip tetangga.” sambung Serda Pipin.

Seiring berjalannya waktu, meski dengan sentuhan kekinian, semangat silaturahmi, kebersamaan, dan pertukaran informasi.

Tetap menjadi inti dari budaya ngadu bako. Karena, budaya tersebut dapat menciptakan komunikasi yang lebih cair dan membahagiakan.

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
admin Author

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow