Ketertiban vs Ekonomi Rakyat Jelata: Mencari Titik Temu Penggusuran Pedagang Kaki Lima di Puncak Bogor
OPINI - Puncak Bogor kembali menjadi sorotan publik, kali ini bukan karena daya tarik alamnya. Sebaliknya, yang menjadi pusat perhatian adalah pengusiran dan penggusuran pedagang kaki lima yang dilakukan apparat. Penggusuran serta pengusiran pedagang kaki lima (PKL) yang sudah lama mengais rezeki dikawasan puncak. Penggusuran pedagang kaki lima di puncak bogor banyak menimbulkan kontroversi serta polemik yang cukup tajam antara kebutuhan akan ketertiban dan hak perekonomian rakyat jelata.
Bagaimana kita mencapai keseimbangan antara kebutuhan - kebutuhan yang sama pentingnya ini?
Tindakan penggusuran pedagang kaki lima biasanya dianggap sebagai tindakan penting untuk menumbuhkan serta menciptakan sebuah ketertiban dan kenyamanan di tempat umum. Pemerintah setempat menegaskan dan berpandangan bahwa keberadaan pedagang kaki lima di Puncak Bogor sering menyebabkan kemacetan lalu lintas, tumpukan sampah yang tidak sedap di pandang, ditambah hilangnya kawasan tempat wisata yang menarik. Selain itu, pengawasan dan penglolaan pedagang kaki lima dinilai sebagai bagian dari upaya menata dan meningkatkan daya tarik kawasan wisata agar nyaman bagi pengunjung wisatawan.
Namun, kita juga harus mengakui bahwa pedagang kaki lima merupakan bagian dalam komponen yang penting dalam perekonomian daerah dan nasional. Dalam banyak kasus, berdagang di Puncak Bogor bukan sekedar Keputusan melainkan kebutuhan vital untuk menghidupi keluarga mereka. Mereka adalah pengusaha kecil yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah dengan menjadi bagaian dari pedagang kaki lima tersebut. Tanpa ada solusi yang jelas, penggusuran seringkali membawa dampak buruk kehidupan mereka, yang menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan meningkatkan kerentanan ekonomi.
Penggusuran PKL di Puncak Bogor menimbulkan persoalan mendasar: bagaimana kita bisa menciptakan ketertiban tanpa mematikan perekonomi masyarakat? Dimana kedua kebutuhan tersebut bertemu memang tidak mudah untuk dicapai, namun bukan berarti tidak mungkin.
Ada satu pendekatan yang bisa dilakukan dengan cara pemerintah mengadopsi kebijakan penataan yang lebih inklusif dan partisipatif. Artinya, pedagang kaki lima harus dilibatkan dalam perencanaan dan penataan kawasan. Dalam merancang solusi kebijakan, pemerintah harus mendengarkan suara dan kebutuhan mereka agar tetap berkelanjutan dan menjalankan kelangsungan penjualanan pedagang kecil .
Misalnya, pemerintah dapat menyediakan lokasi alternatif yang strategis dan layak bagi pedagang kaki lima untuk berjualan. Lokasi ini harus mudah diakses oleh pengunjung dan memiliki fasilitas yang memadai, seperti tempat parkir, tempat pembuangan sampah, dan sanitasi yang baik. Dengan cara tersebut, para pedagang kaki lima tetap dapat berjualan dan berkerja untuk mendukung perekonomian keluarga mereka, tidak lupa ketertiban dan kebersihan seputar kawasan wisatanya pun tetap terjaga dengan cara ini.
Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan pelatihan dan pendampingan kepada pedagang kaki lima untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka. Hal ini tidak hanya membantu pedagang kaki lima beradaptasi dengan perubahan zaman sekarang, tetapi juga meningkatkan daya saing mereka. Misalnya pelatihan dalam manajemen usaha, pemasaran digital, dan kebersihan makanan. Sehingga, dapat membantu pedagang kaki lima menjadi lebih profesional dan menarik bagi para konsumennya. Secara singkat, membuat inovasi dan membuat akses pedagang kaki lima menjadi diperbaharui sesuai perkembangan zaman saat ini.
Kolaborasi dan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal juga sangat penting dalam menemukan solusi yang berkelanjutan dari semua pihak.
Sektor swasta, terutama yang bergerak di bidang pariwisata dan perhotelan, dapat berperan serta dalam mendukung pedagang kaki lima dengan menyediakan ruang berjualan di area komersial mereka atau melalui program tanggung jawab sosial perusahaan dengan program (CSR). Sementara itu, masyarakat lokal bisa memastikan dalam menjaga kebersihan dan ketertiban kawasan wisata juga membantu memberikan sosialisasi kepada para pedagang kaki lima melalui aksi kampanye kesadaran dan solidaritas.
Peraturan dan regulasi yang jelas dan adil juga sangat penting diperlukan untuk menjamin serta memastikan bahwa perencanaan penataan kawasan dilakukan dengan cara yang manusiawi dan berkeadilan. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap langkah dan tindakan yang diambil didasarkan pada peraturan yang transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat. Mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa perselisihan juga harus ada penerapan untuk melindungi hak-hak kepentingan para pedagang kaki lima.
Penggusuran Pedagang kaki lima di Puncak Bogor mencerminkan tantangan serupa yang dihadapi oleh banyak kota besar di Indonesia, salah satunya di kota Bogor. Di satu sisi, ada tujuan kebutuhan untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan di lingkungan masyarakat. Di sisi lain, terdapat hak-hak ekonomi rakyat kecil yang harus dihormati. Untuk menemukan titik temu antara kedua kebutuhan tersebut, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif, kolaboratif, dan berkeadilan.
Pemerintah, sektor swasta, masyarakat lokal, dan para pedagang kaki lima sendiri perlu berkolaborasi dan bersinergi guna menciptakan solusi yang tidak hanya membenahi dan menata kawasan, namun juga mendukung perekonomian rakyat kecil. Dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa ketertiban dan kesejahteraan dapat berjalan beriringan, sehingga tercipta ruang publik yang nyaman dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat. Penggusuran dan pemindahan pedagang kaki lima tidak boleh hanya dilihat semata-mata sebagai tindakan regulasi, melainkan sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk membangun masyarakat yang berkeadilan dan makmur.***
Penulis: Muhammad Iqbal Saputra
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, semester 4 program studi Pendidikan Agama Islam.
Senin, 1 Juli 2024
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow